/

Refleksi 20 Tahun Pasca Konflik Aceh: FPCI Tayangkan Film Dokumenter di UKSW

/
10 dilihat

Salatiga, 7 Juli 2025 – Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Chapter UKSW menggelar penayangan film dokumenter “The Last Accord: War, Apocalypse, and Peace in Aceh” di ruang F114 dari pukul 10 hingga pukul 12. Acara ini merupakan hasil kerja sama dengan FPCI pusat, program studi Hubungan Internasional UKSW, serta Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi UKSW.

Film ini memiliki latar belakang yang spesial karena merupakan film dokumenter pertama oleh FPCI yang menceritakan tentang sejarah konflik Aceh dan upaya penyelesaiannya. Konflik ini merupakan salah satu konflik bersenjata terlama yang pernah terjadi di Asia Tenggara, yaitu selama 30 tahun (1976–2005). Pada masanya, konflik Aceh dianggap sangat sulit untuk diselesaikan, sampai-sampai mendapatkan julukan sebagai “impossible conflict to resolve”.

Dino Patti Djalal, produser eksekutif film tersebut yang juga merupakan Founder dan Chairman FPCI, berharap agar anak muda tidak melupakan sejarah yang pernah terjadi. “Pelajaran terpenting untuk anak muda adalah remember your history,” ungkap Dino.

Ia juga mengatakan, “di Aceh sendiri banyak yang tidak paham bahwa (pernah -red) ada perang yang dahsyat.” Hal itu disebabkan banyaknya pemuda kelahiran tahun 1990-an masih kanak-kanak, sehingga kurang paham akan peristiwa tersebut. 

Berhasil diselesaikannya perang di Aceh setelah sekian lama berlangsung cukup lama adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Dino pada awalnya berpandangan bahwa peperangan akan terus berlanjut, namun ia terbukti salah dengan berakhirnya konflik Aceh.

Founder dan Chairman FPCI, Dino Patti Djalal.

“Perang bisa diselesaikan merupakan sesuai yang sangat luar biasa, karena saya dulu berpandangan bahwa mungkin kalau saya sudah tua dan meninggal di umur 90 atau 80, konflik ini akan terus berjalan. I was too wrong,” ujar mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan Duta Besar Indonesia untuk AS tersebut.

Harapannya, penayangan film The Last Accord: War, Peace, and Apocalypse in Aceh dapat menyadarkan banyak anak muda akan konflik-konflik yang terjadi di Indonesia, termasuk konflik Aceh. Film ini juga menunjukkan bahwa perdamaian adalah sesuatu yang tidak mudah dicapai dan membutuhkan perjuangan.

Seorang mahasiswa bernama Abel mengaku minder karena banyak aspek sejarah Indonesia yang belum ia ketahui sebelum menonton film tersebut. “Banyak banget sejarah kita yang perlu kita lihat lagi aspek akar-akar masalahnya dan waktu yang digunakan untuk mencapai konklusi tersebut.”

Selain refleksi, ia juga memberikan pujian. “Engagement-nya memang sangat memukau dengan bentuk dokumentasi, dengan dokumen-dokumen yang sangat bersejarah (yang -red) dapat dilihat dari timeline-nya dari awal tahun 2000-an,” jelasnya.

Reporter: Ferhan Baskoro & Julia Olivia
Penulis: Julia Olivia
Editor: Michael Alexander
Foto: Dok. FPCI Chapter UKSW

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Previous Story

Pencairan Beasiswa BI Tertunda, Harapan Mahasiswa Bertabrakan dengan Kenyataan Pahit

0 $0.00