Scientiarum.id – Saat wawancara bersama Scientiarum, ditemukan bahwa pandemi Covid-19 menjadi sebab ‘istirahatnya’ kepengurusan XT-Radio.
Kini, model penyiaran XT-Radio telah beralih ke radio digital dengan pertimbangan perubahan zaman. Kemungkinan XT-Radio tidak akan didaftarkan kembali di FM Salatiga.
Wawancara bersama anggota XT-Radio dilakukan oleh Annisa Reiny Harnum Febriyanti serta Gavra Justine Samuel Sihombing selaku Fotografer.
*
Minggu 23 Oktober 2022, sekitar pukul 13.00 siang, saya dan Gavra pergi menuju Perpustakaan O. Notohamidjojo. Sampai di gedung bertingkat 7 itu, kami mengunjungi salah satu ruangan di lantai pertama. Ruangan itu, markas stasiun radio mahasiswa, XT-Radio Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer (FTEK) – UKSW.
Awalnya kami bertemu Serafin, mahasiswa FTEK Prodi Teknik Elektro (TE). Mahasiswa yang sering disapa Fin itu merupakan Kepala Koordinator Kreatif dan Humas di XT-Radio. Saat ditemui, mahasiswa yang suka menghabiskan waktu di tempat tongkrongan-able itu sedang mendengarkan lagu aliran musik jazz di bilik siaran. Menyadari kehadiran saya dan Gavra ia berdiri dan menyapa.
Kami mengobrol ringan sambil menunggu kedatangan anggota XT-Radio lainnya. Lalu keluar kalimat tanya dari Serafin kepada saya.
“Kamu, anak FTEK juga kan?” kata Serafin dengan air muka heran.
“Iya kak,” jawab saya kikuk.
“Oalahh, pantes ngak asing.”
Di tengah obrolan, Samudra, Jevan, dan Alif tiba. Samudra atau Sam merupakan General Manager (GM), Jevan sebagai Ketua Koordinator Penyiar and Produser (PNP), dan Alif selaku Ketua Koordinator Digital dan Analog XT-Radio.
Sam, Jevan, dan Alif duduk di kursi yang terhalang oleh meja persegi warna coklat berukuran cukup besar, yang berhadapan langsung dengan saya dan Gavra. Lalu kami mulai wawancara.
Awal berdirinya XT-Radio menjadi pertanyaan pembuka wawancara. Sam menuturkan, kalau buka sejarah, XT-Radio merupakan radio FTEK yang telah mengudara sejak tahun 1996. XT sendiri singkatan dari Xperimental Technique, yang diambil dari skripsi mahasiswa FTEK angkatan 1996. Mereka ingin membuat wadah untuk menyalurkan hobi mahasiswa FTEK.
“Jadi namanya Xperimental Technique, eksperimen gitu. XT sendiri aslinya hasil dari skripsi angkatan 96,” kata Sam.
“Jadi mereka ingin, apa ya, kesannya ingin membuat wadah untuk menyalurkan hobi. Karena kan elektro biasanya hubung-hubungannya dengan kelistrikan, ini XT sendiri itu juga hubungannya kayak gitu-gitu (tapi –red) dibidang audio,” tambah mahasiswa FTEK bernama lengkap Ananditya Galih Samudra itu.
Selagi Sam menjelaskan, fokus saya teralihkan pada alat-alat praktikum yang cukup banyak berserakan. Sebagai mahasiswa FTEK angkatan 2021, saya bertanya dalam hati “apa nama dan fungsi dari alat-alat ini? apa nanti saya kelak menggunakan ini semua?” dan beberapa pertanyaan yang tentu tidak akan terjawab.
Saya sadar wawancara sedang berlangsung, lalu saya segera menimpa pertanyaan pada Sam. Pertanyaan saya mengarah pada program siaran rutin di XT-Radio. Selain itu, saya juga menanyakan isu terdaftar atau tidaknya XT-Radio di stasiun radio FM Salatiga.
“Kalau siaran sendiri ya, ini kan yang ditanyakan siaran ya, kalau sekarang kan mungkin masih terbawa suasana zaman-zaman Covid jadi kita masih menggunakan podcast. Kalo untuk model siaran sendiri mungkin akan kita coba mulai lagi, tapi mungkin tidak dalam waktu dekat, masih kita pelajari dulu sistematisnya, algoritmanya gitu-gitu nya sih,” terang Sam.
Program siaran XT-Radio belum dapat didengar menggunakan sinyal digital, sehingga podcast menjadi program penggantinya. Di dalam podcast tersebut, Sam mengatakan topik yang diangkat tidak hanya mengenai FTEK saja.
“Jelas sih,” kata Sam, “pasti kita nggak akan terpaku di FTEK doang sih. Kalau pembahasan jelas berkembang, karena kan, kita harus istilahnya membahasnya itu sesuatu yang lebih luas. Mungkin di ranah-ranah universitas juga,” sambung mahasiswa Prodi Teknik Elektro angkatan 2020 itu.
XT-Radio dapat didengarkan di Spotify dengan akun “xt_radio”. Rekaman lawas juga tersedia di Youtube channel “xt_radio”. Selain itu, informasi seputar XT-Radio dapat diakses pula melalui situs website resminya www.xt-radio.com.
“XT radio untuk sekarang ini masih di Spotify, sama (di –red) Youtube ada rekaman-rekaman lawas,” jelas Sam.
Terkait penyiaran, XT-Radio pernah terdaftar di FM Salatiga sebelum pandemi Covid-19 dengan model siaran menggunakan sistem analog. Sistem radio analog memiliki rentang frekuensi 350 KHz. Sementara untuk sistem radio digital, ruang frekuensi membutuhkan lingkup yang lebih kecil yaitu 60 KHz.
Kelebihan sistem radio analog dari segi pemilihan frekuensi adalah tidak membutuhkan jaringan internet dalam melakukan komunikasi. Sementara itu, kekurangan dari sistem radio ini antara lain adalah terkadang dalam pengiriman suara sering kali terhalang oleh bangunan dan bentang alam seperti perbukitan dan pegunungan. Kekurangan lainnya, sistem radio analog juga sering mengalami tumpang tindih sinyal sehingga membuat komunikasi menjadi terganggu.
“Itu pas zaman kemarin kita menggunakan modelnya siaran analog mungkin sudah ada ya. Tapi sekarang keknya kan kita mulai ke era digital nih, jadi mungkin kita sudah nggak pakai FM itu lagi,” kata Sam.
Sam juga mengungkapkan bahwa XT-Radio kemungkinan tidak akan didaftarkan kembali di FM Salatiga, sebab hendak beralih ke sistem radio digital.
“Mungkin nggak,” ungkap Sam.
Episode 0 dengan judul “XT Is Kombek Egen n Egen Gaes!” merupakan siaran perdana XT-Radio pada season 3.
“XT Setelah hiatus untuk sekian lamanya dan tidak mengudara, sekarang kami kembali mengudara di season 3 ini. Jadi, stay tune terus untuk para pendengar setia XT Radio, tetap nantikan episode kedepannya!” ungkap XT Radio yang diunggahan di Instagram melalui akun “xt_radio” (07/11/2022).
Pada saat wawancara berlangsung, situasi kami masih tegang. Ketawa pun sekadarnya, terkesan dipaksakan. Namun, rasa tegang itu cair saat penyebutan “xt_radio” sebagai nama akun berbagai media sosial XT-Radio. Serafin, ulang kali, menyebut nama akun XT-Radio setiap ditanya Sam yang mengundang gelak tawa kami.
“Kalo Spotify namanya, apa Fin?” tanya Kak Sam sambil menaikan alis matanya.
“Xt underscore radio,” jawab Serafin.
“Kalo yang Youtube nya, apa Fin?”
“Xt underscore radio.”
“Haha, ya sama berarti,” timpa saya diikuti tawa kami bersama.
“Ada di Instagram juga, apa Fin namanya?” terdengar pertanyaan ‘meledek’ dari Sam.
“Xt underscore radio,” serentak saya dan Serafin menjawab, disusul tawa bersama.
Saya kemudian penasaran dengan keanggotaan yang ada di XT-Radio. Apakah hanya terdiri dari mahasiswa FTEK saja atau dari fakultas lain juga boleh mendaftar? Itu menjadi pertanyaan terakhir dalam wawancara.
“Kalau fakultas lain, sebenarnya bisa sih di bagian penyiarannya nanti. Nanti kita bisa open rekrutmen keluar fakultas FTEK gitu. Tapi untuk waktu dekat ini mungkin memang masih belum,” jelas Sam.
Usai wawancara, sebelum saya dan Gavra meninggalkan ruangan itu, kami mengambil foto dokumentasi bersama terlebih dulu. Kami berbaris dilatari dinding bercat kuning dengan bentuk lingkaran yang di dalamnya tertulis “XT”. Beberapa jepretan foto diambil Gavra.
“Hai-hati ya” menjadi kalimat terakhir yang saya dengar di ruangan itu, setelah ucapan “terima kasih” yang saling kami lontarkan.
Reporter: Annisa Reiny Harnum Febriyanti, Gavra Justine Samuel Sihombing.
Penulis: Annisa Reiny Harnum Febriyanti.
Editor: Elyan Mesakh Kowi.
Desain Foto: Gavra Justine Samuel Sihombing.