/

Lika-liku Alur Birokrasi Lembaga Kemahasiswaan Periode 2022/2023

/
640 dilihat

Rapat evaluasi gabungan Lembaga Kemahasiswaan (LK) UKSW telah dilaksanakan pada  22 s/d 26 November 2023 lalu. Berakhirnya rapat evaluasi gabungan tersebut menandai berakhirnya periode Lembaga Kemahasiswaan 2022/2023. Scientiarum berkesempatan melakukan wawancara kepada lembaga kemahasiswaan di UKSW, baik di tingkat lembaga kemahasiswaan fakultas, maupun tingkat universitas. Terkhususnya kepada Senat Mahasiswa selaku eksekutor program kerja di kedua aras tersebut. Hal ini guna mengetahui apa yang terjadi selama satu tahun periode lalu berjalan, terutama mengenai bagaimana sistematika dan penilaian mereka terhadap alur birokrasi proposal dan LPJ (laporan pertanggungjawaban) yang telah dijalankan.

Proses pengumpulan data di aras fakultas dilakukan melalui penyebaran google form yang dikirimkan melalui surel, untuk diiisi oleh Sekretaris dan Bendahara Senat Mahasiswa Fakultas (SMF). Terdapat 12 fakultas yang mengisi google form tersebut, diantaranya Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi (FISKOM), Fakultas Interdisiplin (FID), Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Fakultas Psikologi (FPsi), Fakultas Sains dan Matematika (FSM), Fakultas Teknik Elektronika Komputer (FTEK), Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB), Fakultas Teknologi Informasi (FTI) dan Fakultas Teologi (FTEOL). 

Pada pertanyaan pertama mengenai bagaimana alur birokrasi proposal dan LPJ,  responden diberikan 3 pilihan jawaban, yaitu “mudah diikuti”, “rumit”, dan “biasa saja”.

Sebanyak 70,6% responden menyatakan bahwa alur birokrasi rumit, 29,4% menyatakan bahwa alur birokrasi bersifat biasa saja atau menurut mereka tidak terlalu rumit maupun mudah. Alasan yang menyatakan alur birokrasi bersifat rumit, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) FTEOL. 

“Di awal periode, terjadi perubahan birokrasi yang cukup signifikan berkenaan dengan pergantian periode kepemimpinan UKSW. Ada penambahan alur yakni pengecekan di VVD (Verifikasi dan Validasi Dokumen –red), LPM (Lembaga Penjaminan Mutu –red), dan DAKU (Direktorat Anggaran, Keuangan dan Akuntansi –red) yang membuat birokrasi semakin panjang. Ditambah lagi format-format isi Proposal maupun LPJ yang lagi-lagi ada penambahan, dalam hal ini soal indikator kinerja strategis (IKS),” ungkap Sekretaris SMF FTEOL. 

Dirinya juga menyatakan bahwa penjelasan atau pemahaman yang memadai perihal IKS masih sangat minim pada saat itu, terutama mengenai tujuan dan kegunaan IKS dalam penyusunan program. Menurutnya, sosialisasi perihal IKS ini masih sangat kurang untuk dimengerti. Selain itu, di penghujung periode terdapat penambahan ketentuan terkait LPJ maupun proposal yang harus melewati SI IMUT, E-Poin, dan sejenisnya.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Sekretaris SMF FTEOL, Bendahara SMF FSM juga berpendapat bahwa adanya penambahan di dalam alur birokrasi menjadi salah satu alasan mengapa keterlambatan pencairan dana untuk kegiatan kerap terjadi. 

“Saya merasa alur birokrasi semakin rumit karena memang ada beberapa hal baru yang ditambahkan dalam alurnya, sehingga menambah waktu dalam penerimaan proposal kegiatan, alhasil beberapa kegiatan yang berlangsung dananya terlambat cair,” jelas Bendahara SMF FSM. 

Selain itu, Bendahara SMF FSM mengatakan birokrasi LPJ kurang lebih masih sama seperti periode lalu, hanya saja memang terkadang LPJ lama tertahan di pihak tertentu, sehingga mengakibatkan LPJ melebihi batas pengumpulan dari waktu yang ditentukan. 

Di lain sisi, responden lainnya yaitu Bendahara SMF FPsi berpendapat alur birokrasi periode lalu masih bisa dipahami, hanya saja masih banyak terdapat perubahan-perubahan yang terjadi di tengah jalan. Alasan lainnya juga diutarakan oleh Sekretaris SMF FPsi yang menitikberatkan pada lamanya waktu untuk menunggu validasi dari pihak universitas. 

“Untuk alur birokrasi biasa saja, namun waktu yang dibutuhkan untuk menunggu validasi dari pihak DAKU, LPM, Wakil Rektor KIP (Keuangan, Infrastruktur, dan Perencanaan –red) yang membutuhkan waktu yang sangat lama,” ungkapnya. 

Pertanyaan selanjutnya dalam wawancara online yang telah dilakukan yaitu mengenai apakah alur birokrasi proposal dan LPJ realitanya sesuai dengan yang ditetapkan. Pada pertanyaan tersebut, responden diberikan dua pilihan jawaban yaitu “sesuai” dan “tidak”. 

Hasil dari wawancara tersebut adalah terdapat 55,8% responden yang mengungkapkan bahwa alur birokrasi proposal dan LPJ dalam realitanya tidak sesuai, sedangkan terdapat 41,2% responden lainnya menyatakan bahwa alur birokrasi proposal dan LPJ realitanya sesuai dengan yang ditetapkan.

Alasan dari responden yang menjawab alur birokrasi proposal dan LPJ realitanya sesuai dengan yang ditetapkan, salah satunya diungkapkan oleh Sekretaris SMF FTEOL.

“Kesesuaian alur birokrasi yang ditetapkan dengan realita yang terjadi lebih kurangnya saya nilai bahwa sudah sesuai dan selaras. Dari pihak universitas bagian DEM dan VVD DAKU/LPM menepati estimasi waktu pengecekan yang diberikannya, hanya saja di aras SMF maupun SMU yang estimasi waktu pengecekannya masih kurang sesuai dengan rancangan (timeline -red). Sebenarnya ini juga karena kelalaian internal SMF (pemegang kegiatan –red) sendiri,” ungkap Sekretaris SMF FTEOL.

Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Bendahara SMF FKIK yang menyatakan bahwa alur birokrasi proposal dan LPJ sesuai dengan realitanya.

“Sesuai, karena apa yang disampaikan atau disosialisasikan sesuai dengan realisasi,” jelasnya.

Kemudian alasan lain terkait mengapa alur birokrasi dikatakan sesuai dengan realitanya juga diungkapkan oleh Bendahara SMF FKIP.

“Sesuai dalam alur birokrasi proposal dan LPJ dikarenakan pihak A tidak mau menerima proposal atau LPJ jika pihak B belum menyetujuinya, maka dari itu saya secara terus menerus menyesuaikan alur birokrasi yang ada,”  ungkap Bendahara SMF FKIP.

Responden lainnya yang menyatakan alur birokrasi tidak sesuai dengan realitanya, diutarakan oleh Sekretaris SMF fakultas psikologi. Menurutnya, hal ini dikarenakan alur yang diberlakukan pihak universitas tidak selaras dengan alur yang berjalan di aras LK.

“Tidak sesuai, karena di awal periode diberikan kebijakan baru dari pihak universitas bahwa proposal yang masuk harus dikirim lagi melalui email ke pihak DAKU kemudian diperiksa oleh pihak LPM untuk mendapatkan tanda tangan WR KIP namun untuk alur birokrasi di aras LK masih sesuai dengan alur yang biasanya,” ungkap Sekretaris SMF FPsi.

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Sekretaris SMF FBS, mengenai ketidaksesuaian realita dari alur birokrasi yang sudah berjalan. Kebijakan baru yang ditetapkan kadangkala menimbulkan kebingungan bagi SMF selaku eksekutor program kerja.  

“Pada awal periode tidak dicantumkan terkait E-Poin, yang ternyata diterapkan di akhir periode yang terkesan ‘nanggung‘ dan membingungkan, tidak hanya untuk pemegang kegiatan namun bagi BPH (Badan Pengurus Harian –red) SMF, terkhusus Sekretaris dan Bendahara SMF yang turut kebingungan atas kebijakan baru ini,” ungkap Sekretaris SMF FBS. 

Pertanyaan selanjutnya pada wawancara online yaitu apakah pihak SMF mengalami revisi proposal/LPJ berkali – kali di aras SMU dan tanggapan mengenai hal tersebut. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Sekretaris SMF FTEOL. 

“Sempat terjadi di proposal-proposal yang masuk awal-awal. Terjadi revisi hardfile proposal sekitar 3-4 kali, dalam hal ini proposal KBM. Revisi pertama masih kami bisa berterima sebab berkenaan dengan esensi penting dari proposal. Namun, pada revisi berikutnya, revisi hanya soal kurang kata, misalnya kurang kata ‘KBM’ pada bagian pengesahan. Ini harusnya diperhatikan sejak revisi awal sehingga tidak menyebabkan kami di fakultas harus print proposal berulang kali,” ungkap Sekretaris SMF FTEOL. 

Selaras dengan pernyataan Sekretaris SMF FTEOL, Bendahara SMF FKIP menyatakan juga mengalami revisi proposal/LPJ berkali-kali di aras SMU. 

“Pemegang kegiatan pernah mengalami revisi berkali kali terkait pengecekan proposal ataupun LPJ di aras SMU, dikarenakan pemegang kegiatan mengatakan bahwasannya yang mengoreksi proposal atau LPJ dari SMU itu berbeda orang, hal ini yang mengakibatkan berbeda pandangan. Maka dari itu, pemegang kegiatan banyak yang berkeluh kesah terkait pengkoreksian LPJ maupun proposal hardfile yang ada di SMU,” ungkap Bendahara SMF FKIP.

Akan tetapi, terdapat beberapa tanggapan yang mengungkapkan tidak mengalami revisi proposal/LPJ berkali-kali di aras SMU seperti yang diterangkan oleh Bendahara SMF dari FTEK yang menyatakan bahwa dirinya tidak mengalami revisi proposal/LPJ berkali-kali karena langsung melaksanakan ODS (one day service) bersama PJ Bendahara umum SMU. 

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bendahara SMF FTEK yang menyatakan bahwa tidak mengalami revisi proposal/LPJ berkali-kali di aras SMU, Bendahara SMF FH pun menyampaikan hal yang serupa.

“Revisian aras SMU tidak begitu banyak, tetapi tetap ada revisian yang dikerjakan. Hal ini dikarenakan langsung diadakannya ODS bersama PJ dari SMU sendiri,” ungkap Bendahara SMF FH. 

Sebagai penutup, Sekretaris dan Bendahara SMF melalui wawancara daring menyampaikan keluh kesah yang dialami, terkhususnya dalam hal birokrasi. Beberapa tanggapan terkait hal tersebut, diantaranya adalah di bagian proses pengecekan, lamanya mendapatkan tanda tangan dari Wakil Rektor Bidang Keuangan, Infrastruktur dan Perencanaan (WR KIP), dan kurangnya sosialisasi terkait administrasi yang baru diberlakukan di akhir periode seperti sistem E-Poin yang mengalami perubahan pada sistem input dokumen. Beberapa hal tersebut berimbas pada lamanya pencairan dana dan menjadi hambatan dalam implementasi kegiatan.

Beberapa responden juga berpesan agar alur birokrasi dibuat lebih jelas dan konsisten sedari awal serta perlunya penyederhanaan alur birokrasi agar menjadi lebih efektif. 

Selain melakukan pengumpulan data pada aras fakultas, Scientiarum juga melakukan wawancara pada aras SMU, yaitu kepada Gracia selaku Sekretaris Umum dan Joy Bezaleel Saweho selaku Bendahara Umum (Bendum) Senat Mahasiswa Universitas (SMU) periode 2022/2023.

Gracia selaku Bendahara Umum SMU menjelaskan bagaimana sebenarnya alur birokrasi yang berjalan selama periode lalu. 

“Kalau untuk saat ini, terkait alur birokrasi yang pertama pasti pengoreksian dari SMF, setelah itu nantinya pengoreksian SMF akan naik ke kami (SMU –red) melalui PJ. Setelah sudah fix PJ SMU maka (pemegang kegiatan –red) menaikkan hardfile. Setelah hardfile ditandatangani Ketua Umum dan Bendahara Umum, setelah itu proposal atau LPJ naik ke DEM (Direktorat Kemahasiswaan –red) untuk permintaan tanda tangan Wakil Rektor P.A.K (Pengajaran, Akademik. dan Kemahasiswaan –red), lalu setelah ditandatangani, untuk sekarang kita pakai website namanya E-Poin, itu nantinya untuk persetujuan anggaran dari Wakil Rektor K.I.P, seperti itu,” ungkapnya.

Pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana pendapat SMU terkait alur birokrasi yang telah diterapkan, apakah bersifat rumit atau mudah diikuti. 

“Sebenarnya untuk periode ini itu sama saja (dengan periode sebelumnya –red), cuma kalau sekarang bedanya adalah terkait anggaran kita sudah menggunakan website, itu melalui E-Poin ini. Kalau sebelum E-Poin ini, di periode ini juga kita pakai email. Kalau di periode sebelumnya kita memintakan langsung lewat DAKU. Jadi lebih ke ganti jadi online, yang dari offline pindah ke online,” tambahnya. 

Pada wawancara ini, Scientiarum juga menanyakan terkait bagaimana tanggapan dari keduanya mengenai beberapa pernyataan yang diungkapkan oleh Sekretaris atau Bendahara SMF terkait alur birokrasi yang semakin rumit, karena terdapat penambahan alur seperti pengecekan Verifikasi dan Validasi Dokumen (VVD), Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), dan Direktorat Anggaran, Keuangan dan Akuntansi (DAKU) yang berimbas pada terlambatnya pencairan dana.  

“Kalau terkait VVD dan LPM itu kan balik lagi ke (pihak –red) universitas, jadi memang sudah bukan di luar alur kami. Kami juga terkait pengecekan itu mungkin di periode lalu itu sebenarnya sudah ada, cuman tidak terlihat karena langsung hardfile kan, sedangkan kalau sekarang online itu harus melewati LPM untuk pengoreksian IKS juga, jadi memang banyak yang belum sinkron sih atas universitas dengan kami (SMU –red) gitu,”  jelas Gracia.

Lebih lanjut, Gracia juga memberikan respon terhadap SMF yang menyatakan bahwa alur birokrasi proposal dan LPJ tidak sesuai dengan realitanya. 

“Kalau dari SMF ke kami (SMU –red) ya sudah betul, cuma kalau di dalam SMF itu sendiri itu kan, kami yang tidak bisa kontrol lebih jauh kan,” jelasnya.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Joy Bezaleel selaku Sekretaris Umum yang menyatakan bahwa alur birokrasi proposal dan LPJ sesuai dengan realitanya. 

“Kalau kesesuaian (alur birokrasi –red) dari kemarin sesuai semua, engga tiba-tiba naik ke SMU, engga tiba-tiba langsung ke DEM gitu kan engga, gaada yang seperti itu,” ungkapnya. 

Kemudian pertanyaan selanjutnya yaitu tanggapan mengenai proses koreksi proposal dan LPJ yang dilakukan secara berkali-kali dari pihak SMU. Gracia menyampaikan bahwa batas koreksi hardfile yaitu satu sampai dua kali setelah itu One Day Service (ODS). Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan yang diungkapkan oleh Sekretaris SMF FTEOL yang mengatakan terjadi revisi hardfile proposal sekitar 3-4 kali. Revisi pertama masih berkenaan dengan esensi penting dari proposal. Namun, pada revisi berikutnya hanya perihal redaksional yang seharusnya sudah diperhatikan sejak awal. 

Menanggapi pernyataan tersebut, Joy menjelaskan bahwa dalam hardfile proposal kegiatan terjadi revisi lebih dari satu kali dikarenakan beberapa Penanggung Jawab (PJ) Sekretaris yang masih kurang berpengalaman. Selain itu, mengenai koreksi proposal atau LPJ yang dilakukan oleh PJ yang berbeda-beda di setiap harinya, karena bergantung jadwal di kantor serta disebabkan oleh faktor masing-masing PJ yang masih belum satu pemikiran pada awal periode. Faktor lainnya yaitu disebabkan oleh beberapa Sekretaris atau Bendahara kegiatan yang tidak melampirkan bukti revisi, ketika menaikkan kembali proposal atau LPJ ke SMU. 

Selanjutnya, berkenaan dengan kebijakan E-Poin yang dikeluhkan oleh pihak SMF. Menanggapi hal tersebut, Gracia selaku Bendahara Umum mengungkapkan bahwa memang kebijakan ini baru diterapkan di akhir periode. 

“Baru pertengahan Oktober itu (E-Poin –red) baru ada, dan itu pun baru benar-benar LK bisa gunakan itu sekitar akhir Oktober, dan itu dengan segala penyesuaian dan segala macam koordinasi kami dengan atas. Segala macam itu banyak yang memang, yang tadi ku bilang kalau (pihak –red) Universitas itu terlalu fokus tentang kegiatan di unit, jadi mungkin mereka lupa kalau LK ini punya alur birokrasi yang berbeda, jadi ada beberapa hal yang harus disinkronkan,” ungkapnya. 

Kemudian, kami menanyakan terkait bagaimana keluh kesah yang dirasakan oleh Sekum dan Bendum selama satu periode berjalan.

Sebagai Sekretaris Umum SMU periode lalu, Joy menyatakan keluh kesahnya selama ini berkaitan dengan banyaknya pemegang kegiatan yang menaikkan proposal maupun LPJ tidak sesuai dengan timeline yang telah dibuat, sehingga akhirnya menumpuk dan menyebabkan kewalahan di akhir periode.

Sementara menurut Gracia, yang dia rasakan adalah banyak perubahan dari aras universitas dan masih kurangnya sosialisasi, sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya koordinasi mengenai alur birokrasi dengan pihak SMF di aras fakultas. Berkenaan dengan itu, Gracia juga menyampaikan saran agar LK bisa dapat akses ke dalam sistem website E-Poin untuk mempermudah alur birokrasi di periode depan. 

“Sebenarnya kalau untuk periode depan, karena sudah pakai sistem E-Poin ini yang aku harapkan adalah LK bisa masuk ke dalam sistem, jadi nantinya akan lebih mempermudah. Kita sudah tidak perlu koreksi hardfile, kita sudah langsung pakai website itu. Jadi nanti entah bagaimana alur birokrasinya terkait SMF juga bisa langsung menyetujui lewat E-Poin itu, nanti dari SMU juga bisa langsung menyetujui dari situ. Jadi kita lebih enak juga untuk follow-up dan juga segala macamnya,” harapnya.

Bendahara umum juga mengatakan, telah melakukan koordinasi dengan WR KIP mengenai bisa atau tidaknya LK masuk ke sistem E-Poin tersebut. Namun, sejauh ini memang belum bisa dipastikan, dan kemungkinan periode depan baru dapat terealisasi, sehingga Bendahara Umum dan Sekretaris Umum di periode depan dapat langsung berkoordinasi terkait bagaimana alur pemeriksaan nantinya. 

Lalu keduanya juga berpesan kepada SMF agar lebih taat administrasi dan lebih memperhatikan tenggat waktu yang telah ditetapkan, sehingga baik SMF dan SMU dapat menyelesaikan tanggung jawab dengan baik sebelum rapat evaluasi. 

Selain mewawancarai pihak SMF dan SMU mengenai lika-liku alur birokrasi periode lalu, Scientiarum juga melakukan wawancara kepada pihak DEM (Direktorat Kemahasiswaan) mengenai sistem E-Poin yang baru ditetapkan. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh pihak DEM, mereka menyatakan bahwa pihak DEM sebagai user atau pengguna sistem tersebut hanya mengikuti instruksi dari WR KIP. 

(Catatan: Kami telah mengajukan surat permohonan untuk wawancara dan telah ditanggapi oleh pihak WR KIP pada tanggal 13 Desember 2023 lalu yang menyatakan bahwa pada hari tersebut tidak dapat melakukan wawancara dikarenakan terdapat acara yang tidak bisa ditinggalkan dan akan dikoordinasikan kembali terkait waktunya. Namun, hingga berita ini terbit belum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak yang bersangkutan.)

Reporter: Annisa Reiny Harnum Febriyanti, Clarisa Dinda Putri Wijaya, Riesanti Kharismawardhani

Penulis: Clarisa Dinda Putri Wijaya

Editor: Reyvan Andrian Kristiandi

Desain/Foto: Jereld Giovanni/Dok. Rapat Evaluasi LK 2023

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Previous Story

GMKI Salatiga Gelar Pengabdian Masyarakat di Pohon Pengantin

Next Story

Memperingati Warisan Munir dalam Perjuangan Hak Asasi Manusia

0 $0.00