/

Hasil Tes Awal Semester Kabinet Gemuk

/
206 dilihat

Bercerita tentang 100 hari awal pemerintahan, bukan hanya sekedar angka tetapi tentang integritas sosok pemimpin. Dalam 100 hari pertama, pemerintahan Prabowo-Gibran tidak hanya menunjukkan hasil yang mengecewakan tetapi juga memperkuat argumen mengenai lemahnya komitmen dalam menjalankan janji kampanye. Berbagai kebijakan yang diambil lebih terlihat sebagai upaya pencitraan ketimbang solusi konkret bagi permasalahan rakyat. Dalam beberapa aspek, pemerintahan ini belum efektif untuk menampilkan kepemimpinan yang tegas, efektif, dan berpihak pada kepentingan publik.

Hasil survei 95 jurnalis dari 44 lembaga pers di Indonesia, dilansir dari CELIOS (Center of Economic and Law Studies) menunjukkan bahwa kepemimpinan Prabowo-Gibran masih kabur atau dengan kata lain polanya belum jelas. Presiden Prabowo hanya memperoleh nilai rata-rata 5 dari 10, sementara Wakil Presiden Gibran bahkan lebih buruk dengan nilai 3 dari 10. Hal ini mengindikasikan kurangnya kepemimpinan yang kuat serta kurangnya pertimbangan-pertimbangan yang solutif dalam mengambil keputusan. Selanjutnya, sikap diam terhadap berbagai persoalan utama menimbulkan kesan bahwa pemerintahan ini hanya berjalan dengan autopilot.

Banyak menteri dalam kabinet gemuk yang seolah-olah hanya menjabat untuk memenuhi kepentingan politik tanpa menunjukkan kinerja nyata. Natalius Pigai (Menteri HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), dan Bahlil Lahadalia (Menteri ESDM) masuk dalam daftar menteri dengan kinerja terburuk. Alih-alih memberikan solusi bagi sektor yang mereka tangani, justru menjadi simbol kelemahan dalam mengelola kementerian masing-masing. Apakah menteri lebih sibuk dengan agenda pribadi dan politik dibanding mengurusi rakyat? Sekiranya hal seperti ini menjadi tamparan keras bagi pemerintahan saat ini.

Janji politik yang ada kemudian terlihat lebih banyak retorika saja. Pemerintahan ini seakan hanya menjual ilusi kepada rakyat. Sebanyak 74% responden menilai bahwa janji politik pemerintahan Prabowo-Gibran tidak terealisasi secara nyata. Salah satunya, janji tentang penguatan pendidikan, sains, dan teknologi yang berujung dipotongnya anggaran pendidikan menjadi 18%, sementara itu Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi mempunyai beberapa program seperti, program Indonesia pintar, bantuan operasional sekolah, bantuan afirmasi untuk siswa daerah 3T, hingga pemberian tunjangan untuk guru non-ASN yang tentunya sangat membutuhkan anggaran yang memadai dalam menjalankannya. Pemotongan anggaran ini tentunya tidak selaras dengan mandat konstitusi yang standarisasinya minimal 20% dari total APBN. 

Ini hanya sebagian kecil dari semua blunder yang dilakukan pemerintah. Lantas pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi? Tim Pusat Data dan Analisis meneliti kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kami menelusuri dari berbagai laporan penelitian dan artikel berita yang membahas seputar kebijakan kabinet sejauh ini. Fokus kami adalah menganalisis pola kebijakan serta dampak-dampak yang mungkin terjadi.

Penulis: Junior Brilian Christiano Ransun
Editor: Michael Alexander Budiman

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Next Story

Program Makanan Bergizi Gratis dan Tantangan Eksekusinya

0 $0.00