/

Mahasiswa UI Cho Yong Gi Ditetapkan Sebagai Tersangka Oleh Polda Metro Jaya

/
199 dilihat

Cho Yong Gi, mahasiswa Program Studi Filsafat Universitas Indonesia (UI) angkatan 2022, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya usai terlibat dalam aksi peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2025. Cho bukan peserta aksi, melainkan relawan medis yang bertugas memberikan pertolongan kepada massa yang terluka dalam kericuhan yang terjadi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.

Pada saat kejadian, Cho berada di bawah flyover Senayan. Atribut yang ia kenakan saat itu, helm dan tanda palang merah (Red Cross), menandakan perannya sebagai relawan medis, bukan sebagai demonstran. Saat kericuhan terjadi dan peserta aksi terluka, Cho terlihat sibuk menolong para korban.

Di tengah situasi tersebut, seseorang menuduh Cho telah melemparkan sesuatu ke arah petugas. Kejadian itu diikuti dengan tindakan aparat yang langsung menangkap Cho di lokasi. Sebelum dimasukkan ke dalam mobil tahanan, Cho sempat mengalami kekerasan fisik oleh aparat.

Pada Selasa, 3 Juni 2025, ia menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya dan secara resmi ditetapkan sebagai tersangka bersama 13 orang lainnya. Ia dijerat dengan Pasal 212, 216, dan 218 KUHP yang mengatur tentang perlawanan dan ketidakpatuhan terhadap pejabat atau penguasa berwenang yang sedang menjalankan tugas.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa tuduhan terhadap Cho didasarkan pada dugaan bahwa ia tidak mematuhi tiga kali peringatan dari aparat saat aksi berlangsung. Namun, hingga kini, belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Cho melakukan pelemparan atau tindakan kekerasan lainnya.

Menanggapi hal ini, pihak Universitas Indonesia menyatakan dukungannya terhadap Cho. Ketua Program Studi Ilmu Filsafat UI, Ikhaputri Widiantini, menyatakan bahwa kampus akan terus memberikan bantuan hukum kepada Cho Yong Gi. Ia juga menegaskan bahwa Cho saat itu menjalankan peran kemanusiaan sebagai relawan medis dan tidak terlibat dalam aksi kekerasan.

Peristiwa ini turut menjadi sorotan publik dan mendapat perhatian dari Komisi III DPR RI. Komisi tersebut menyarankan agar penyelesaian kasus Cho dilakukan melalui mekanisme restorative justice, bukan proses pidana. Mekanisme ini dinilai lebih adil, terutama jika melihat peran Cho sebagai tenaga medis yang seharusnya mendapat perlindungan, bukan kriminalisasi.

Sejumlah aktivis, mahasiswa, dan organisasi kemanusiaan juga mulai menyuarakan solidaritas untuk Cho Yong Gi. Mereka menuntut agar tuduhan terhadap Cho ditinjau ulang dan meminta proses hukum yang lebih adil serta transparan karena kasus tersebut dianggap sebagai kriminalisasi terhadap kemanusiaan. Tagar #BebaskanChoYongGi mulai ramai di media sosial sebagai bentuk solidaritas terhadap tuduhan yang tidak adil.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai perlindungan terhadap relawan medis di lapangan saat aksi-aksi massa terjadi. Peran mereka yang semestinya netral dan aspek kemanusiaan kerap kali luput dari perlindungan hukum. Akibatnya, mereka justru menjadi menjadi korban dari situasi yang tidak mereka ciptakan.

Penulis: Caroline Cindy Pratiwi
Editor: Michael Alexander Budiman
Foto: KOMPAS.com/Febryan Kevin

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Previous Story

Penyebab Salatiga Sering Hujan Meski Sudah Memasuki Musim Kemarau

Next Story

Izin dari Masa Orde Baru? Penambangan di Raja Ampat Kini Legal

0 $0.00