Sumber: Utak-atik Realisasi Program Makan Bergizi (Ruang Online)

Program Makanan Bergizi Gratis dan Tantangan Eksekusinya

91 dilihat

Tanggal 6 Januari 2025 merupakan tonggak penting dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, karena pada tanggal ini diluncurkan salah satu program prioritas mereka, yaitu Makanan Bergizi Gratis atau disingkat MBG. Program ini ditujukan sebagai fondasi untuk meningkatkan sumber daya manusia guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Hal ini dilatarbelakangi oleh poin keempat Asta Cita, yaitu “memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.” Pada laman Kementerian Keuangan, ditulis sekitar 17.890 orang ditargetkan menjadi penerima manfaat MBG. Terdapat 4 sasaran utama program pada tahun 2025, yaitu ibu menyusui, ibu hamil, anak berusia di bawah 5 tahun, serta peserta didik (PAUD, SD, SMP, dan SMA).

Pemerintah menekankan program MBG diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar lebih kompetitif di tingkat global. Pada laporan terbaru United Nations Development Programme (UNDP), negara kita menempati peringkat 112 dari 193 negara dengan skor 0,713. Posisi Indonesia masih tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan jauh di bawah Singapura yang selalu berada di peringkat 10 besar. Banyaknya tanda ketertinggalan SDM di Indonesia cukup menjadi keprihatinan, hingga berhasil memantik adanya program MBG.

Program ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah gizi di Indonesia, tetapi masih terdapat tantangan dan kritik terkait eksekusi serta transparansinya. Sejumlah pihak menilai program MBG masih memiliki beberapa aspek yang perlu diperjelas, terutama dalam hal transparansi dan mekanisme pelaksanaannya. Dilansir oleh BBC (26/6/2024), pemerintah menyatakan program MBG akan dievaluasi dan disesuaikan tiap tahunnya. Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kepastian skema program kedepannya. Saat ini, informasi mengenai perkembangan program MBG lebih banyak disampaikan melalui media massa, karena pemerintah belum menyediakan laman resmi yang dapat diakses oleh publik. Hal ini dikarenakan sejauh ini belum adanya laman resmi dari pemerintah yang menunjang masyarakat dapat memantau perkembangan prgram MBG. Rasa kekhawatiran yang dirasakan publik tidak akan berhenti, bila pemerintah tidak meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program MBG.

Instrumen penting pelaksanaan suatu program adalah anggaran. Dalam program MBG, anggaran menjadi aspek yang paling terpengaruh. Hal ini dapat tercermin dari pengalokasian dana oleh pemerintah dalam jumlah besar untuk mendukung program MBG. Menurut sebuah policy paper yang dirilis CISDI, pemerintah memotong dana sebesar Rp 1,2 triliun dari program Permakanan di bawah Kemensos guna mengalokasikannya ke MBG. Keputusan ini menuai keraguan, mengingat program Permakanan berperan penting dalam pemerataan akses gizi bagi lansia dan penyandang disabilitas, sementara program MBG sendiri belum jelas apakah akan efektif pelaksanaannya. Pengalihan anggaran ini menimbulkan pertanyaan, apakah MBG benar-benar layak disebut sebagai “prorgam prioritas” jika pelaksanaannya harus mengorbankan program lain yang tak kalah krusial. Selain alokasi dana, pembengkakan anggaran juga terjadi. Menurut laporan dari detik.com (11/02/2025), estimasi awal biaya program MBG adalah Rp 71 triliun. Namun, dengan adanya penambahan target sasaran, anggaran ini meningkat hingga Rp 100 triliun. Hal-hal ini hanya sebagian kecil dari yang telah terjadi di awal periode.

Satu periode bukanlah waktu yang singkat. Dalam 5 tahun, arah bangsa ini dipertaruhkan. Tidak hanya pemerintah yang memiliki harapan, melainkan juga rakyat. Jangan sampai program yang dirancang untuk kesejahteraan masyarakat menjadi pisau bermata dua. Dengan masih banyaknya tantangan dalam eksekusi, transparansi dan keberlanjutan program MBG perlu diawasi agar dapat mencapai targetnya. Semoga komitmen yang dulu diucapkan pemerintah dapat dilaksanakan secara konsisten, sehingga program ini tidak berjalan tanpa arah dan kehilangan prinsipnya.

Sumber: Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Center of Economic and Law (CELIOS), Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Media Keuangan

Penulis: Amazia Katherinika
Editor: Nicola Ananda & Michael Alexander Budiman

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Previous Story

Hasil Tes Awal Semester Kabinet Gemuk

Next Story

Danantara: Solusi Ekonomi atau Potensi Masalah Baru

0 $0.00