Pencopotan Prof. Dr. Umbu Rauta, S.H., M.Hum. dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) pada 1 Mei 2025 pukul 00.00 WIB, memicu gelombang respons kritis dari kalangan dosen dan mahasiswa. Proses yang dilakukan secara mendadak tanpa dialog dinilai mencederai prinsip demokrasi kampus dan etika organisasi.
Kebijakan ini terjadi di tengah dinamika internal fakultas pascapemilihan kepala program studi dan memunculkan pertanyaan soal konsistensi kepemimpinan di tingkat rektorat. Surat pemberhentian diterbitkan menyusul surat peringatan keras pertama sekaligus terakhir kepada Umbu pada Desember 2024. Meski demikian, surat apresiasi terhadap kinerjanya juga pernah dikeluarkan oleh Rektor pada Januari 2025.
“Surat itu dikeluarkan tanpa ada dialog terlebih dahulu. Tidak ada pemberitahuan atau rapat pembinaan sebelumnya. Ini tidak mencerminkan asas keadilan dan etika dalam kepemimpinan,” kata Dr. Muh. Haryanto, S.H., M.Hum., dosen senior dan Ketua Alumni Fakultas Hukum UKSW, dalam wawancara bersama Scientiarum pada 5 Mei 2025.
Haryanto menambahkan bahwa Umbu telah beberapa kali bersurat kepada rektorat untuk meminta dialog terbuka terkait konflik internal di Fakultas Hukum. Namun, surat-surat tersebut tidak pernah ditanggapi secara substansial oleh pihak universitas.
“Pak Umbu sudah bersurat beberapa kali ke universitas, kalau tidak salah lima atau enam kali. Itu bukan surat pribadi, tapi atas nama lembaga. Artinya, itu suara hasil rapat pimpinan fakultas,” tambahnya.
Haryanto menyinggung slogan “Satu Hati” yang kerap digaungkan oleh universitas, namun dinilai belum tercermin dalam praktik pengambilan keputusan. “Saya tanya, kalau Anda ditanyakan ‘komitmen satu hati’ itu apa? Artinya bahwa rektor dengan anak buahnya harus membangun satu hati, bukan satu hatinya rektor. Satu hati adalah kita bisa berdialog. Kalau mahasiswa pengen satu hati dengan saya, ayo dialog. Nah, ini dialog tidak pernah dibuka, bagaimana bisa satu hati?” ujarnya.
Pihak fakultas sebelumnya telah mencoba melakukan pendekatan agar terjadi pembicaraan terbuka, namun surat pencopotan tetap dilayangkan tanpa respons terhadap permintaan dialog tersebut.
Situasi ini turut disorot oleh mahasiswa. Diaz, mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2022, mengaku kecewa terhadap proses yang dianggap tertutup dan tidak transparan.
“Bagi kami sebagai mahasiswa, ini bukan hanya soal pergantian jabatan. Ini menyangkut bagaimana kampus memperlakukan dosennya sendiri. Kalau bisa mencopot dosen tanpa dialog, bagaimana dengan mahasiswa?” ujar Diaz kepada Scientiarum pada Senin, 5 Mei 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa mahasiswa berharap universitas membuka ruang komunikasi, baik kepada civitas academica maupun mahasiswa yang terdampak secara langsung.
Fakultas Hukum Gelar Konferensi Pers, Tanggapi Pernyataan Rektor
Menanggapi klaim Rektor bahwa pencopotan dilakukan sebagai bagian dari ‘rotasi alamiah’, civitas Fakultas Hukum menyampaikan bantahan dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Fakultas Hukum pada Selasa, 6 Mei 2025.
“Proses ini tidak memenuhi due process of law. Tidak ada upaya hukum internal, tidak ada ruang bagi Prof. Umbu untuk didengarkan atau memberikan penjelasan. Ini bertentangan dengan Statuta UKSW dan prinsip-prinsip idealisme kampus,” tulis pernyataan resmi yang dibacakan dalam konferensi oleh Haryanto.
Mereka juga menegaskan selama kepemimpinan Umbu, Fakultas Hukum justru mencetak sejumlah prestasi penting: akreditasi Unggul untuk program S1 dan S2 Ilmu Hukum, peningkatan jumlah guru besar, kerja sama internasional, serta penguatan relasi mahasiswa dan alumni.
Klaim bahwa pencopotan dilakukan agar Umbu dapat fokus pada Tri Dharma Perguruan Tinggi juga dibantah. Selama menjabat sebagai dekan, Umbu tetap menjalankan perannya sebagai pengajar, peneliti, dan pelayan masyarakat secara aktif.
Tuntutan: Dibukanya Ruang Dialog yang Adil
Dalam pernyataan terakhirnya, Haryanto menekankan bahwa civitas Fakultas Hukum tidak bertujuan menjatuhkan pimpinan, melainkan menuntut adanya ruang dialog yang adil.
“Kami tidak ingin menjatuhkan siapa pun. Kami hanya dialog dibuka. Kalau slogan “Satu Hati’ benar-benar ingin diterapkan, seharusnya aspirasi dari Fakultas Hukum juga didengar,” tegasnya. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan langsung dari Rektor UKSW terkait desakan dialog dan klarifikasi lebih lanjut atas pencopotan dekan serta dampaknya terhadap stabilitas akademik di Fakultas Hukum UKSW.
Reporter: Setyo Budi Nugroho, Queency Menajang, Nicola Ananda, Arnol Lika
Fotografer: Ardendi Herdiananta
Penulis: Nicola Ananda
Editor: Michael Alexander Budiman