Pada hari Senin (28/10/2024), bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, telah diadakan Fesival Pasar Karya Raya di Gedung Korpri Salatiga. Acara yang berlangsung dari pukul 8 pagi hingga 12 siang ini merupakan kegiatan rutin dari SD Lebah Putih dan SMP Arunika Salatiga. Di Festival Pasar Karya Raya, siswa TK dan SD Lebah Putih, serta SMP Arunika berkesempatan untuk menampilkan ide-ide kreatif dan inovatif mereka kepada publik. Festival ini terdiri dari banyak rangkaian yang semuanya menempatkan siswa sebagai pusatnya, mulai dari pentas seni “Aku Cinta Indonesia” oleh siswa TK Lebah Putih hingga Pasar Gagasan oleh siswa SMP Arunika. Siswa berperan aktif, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan acara. Hal-hal seperti marketing, dokumentasi, dan bahkan riset ide-ide yang ingin ditampilkan, semuanya dilakukan oleh para siswa dengan bantuan dari guru dan orang tua.
Setelah melakukan registrasi—yang sepenuhnya dipandu oleh siswa—pengunjung bisa langsung masuk ke dalam Gedung Korpri untuk menyaksikan rangkaian utama dari Festival Pasar Karya Raya. Di sisi kiri dan kanan pengunjung telah berdiri stan-stan siswa yang masing-masing menampilkan karya dan gagasan unik dari para siswa. Siswa SD Lebah Putih menampilkan berbagai jenis kreasi, seperti karya seni, aksesoris, makanan, serta minuman yang juga bisa dibeli oleh pengunjung. Para siswa ramah melayani setiap pertanyaan pengujung tentang karya mereka. Di sisi lain, siswa SMP Arunika menampilkan proyek-proyek hasil proses problem-based learning di sekolah mereka. Proyek-proyek tersebut merupakan solusi siswa terhadap permasalahan di sekitar sekaligus menjadi kesempatan siswa untuk mengasah soft skill mereka. Berbeda dengan pameran karya siswa SD Lebah Putih, siswa SMP Arunika tidak menjual proyek mereka. Setelah puas melihat stan, pengunjung bisa duduk dan menyaksikan pentas seni “Aku Cinta Indonesia” yang dibawakan oleh siswa TK Lebah Putih.
Scientiarum sendiri mencoba untuk mengunjungi stan-stan yang ada. Di antara stan-stan milik siswa SD Lebah Putih misalnya, Scientiarum mengunjungi sekumpukan stan yang menampilkan kreasi-kreasi siswa berkebutuhan khusus, yang tak kalah menarik dari kreasi-kreasi siswa lainnya. Seorang siswa menampilkan karya kaligrafi Arabnya, yang ia buat menggunakan cat dan bahan-bahan daur ulang seperti cangkang telur, kardus, sumpit, dsb. Dalam proses pembuatannya, ia berkolaborasi dengan seorang ahli kaligrafi Arab. Di deretan stan milik siswa SMP Arunika, seorang siswa menampilkan prototipe proyek gim video bertemakan anti-bullying. Prototipe tersebut berbentuk komik yang ia gambar sendiri dan berisikan alur cerita gimnya nanti. Selain sebagai siswa SMP Arunika, ia juga hadir sebagai perwakilan dari komunitas Stop Bullying (SBY).
Para pengunjung yang hadir di acara ini terdiri dari orang tua, keluarga, siswa sekolah lain, PNS dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga, dan mahasiswa. Mahasiswa yang hadir kebanyakan berasal dari UIN Salatiga, Politeknik Bhakti Semesta, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UKSW. Mahasiswa Politeknik Bahkti Semesta terlibat dalam mendokumentasikan seluruh rangkaian Festival Rasar Karya Raya. Adapun mahasiswa dari FKIP UKSW turut terlibat dalam memberikan nilai kepada karya siswa SD Lebah Putih melalui sebuah lembar penilaian. Salah satu fasilitator (guru) yang mendampingi siswa SD Lebah Putih mengatakan, selain mahasiswa, pengunjung lain dan bahkan siswa SD Lebah Putih sendiri juga turut memberikan nilai kepada karya mereka. Penilaian yang didapat kemudian akan dikonversi oleh para fasilitator menjadi nilai Ujian Tengah Semester (UTS) dalam bentuk deskripsi.
Beberapa pengunjung yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka datang untuk melihat anak-anak mereka yang bersekolah di SD Lebah Putih. Salah satu orang tua siswa, Lugi, mengatakan bahwa ia merasa bangga dengan anaknya. “Kan jarang anak-anak sekarang belajar wirausaha. Atau seperti ini, berkegiatan sendiri dan mandiri kan jarang,” katanya. Ia menambahkan, di Salatiga, SD Lebah Putih merupakan pelopor kegiatan semacam Festival Pasar Karya Raya. Seorang fasilitator bernama Kristin menambahkan bahwa pendidikan di sekolah tidak hanya berfokus pada akademis, tetapi juga mengembangkan soft skill yang penting untuk masa depan. Menurutnya, “Sekarang kalau cuman paham Matematika misalnya, tapi dia nggak ada soft skill atau skill yang kita bisa asah untuk kedepannya kan juga eman-eman. Jadi di sini, kita mengasah ke soft skill-nya kemampuan apa yang dimilikinya.”
Penulis: Michael Alexander Budiman
Editor: Nicola Ananda