Hari itu, 30 Juli 2022, kudengar berita, ada rektor UKSW baru terpilih. Bu Intiyas Utami terpilih, mengungguli 2 calon lainnya, petahana Neil Semuel Rupidara dan dekan Fakultas Teologi Yusak Setyawan.
Ingatanku jadi melayang ke 5 tahun lalu, ketika masih di Scientiarum. Aku ingat episode yang begitu menarik ketika itu: 30 November dan 21 Desember 2017. Waktu itu aku mendapat tugas meliput Dies Natalis yang sekaligus menjadi waktu pergantian rektor, juga tugas untuk mengumpulkan info profil rektorat yang baru.
Di tanggal sakral itu, 30 November, aku masih ingat ketika acara serah terima jabatan rektor lama dan pelantikan rektor baru justru terpisah. Episode yang tidak lazim. Acara pertama selesai sekitar jam 10.00, lalu acara kedua dimulai sekitar jam 13.00. Dan kami di Scientiarum waktu itu melakukan aksi kebut membuat dan mengedit berita, supaya bisa segera dibaca oleh publik, khususnya sivitas akademika dan alumni UKSW. Akhirnya ketika berita itu terbit sekitar jam 21.00, kami bisa bernapas lega. Waktu itu kami bertekad untuk menerbitkan berita lebih dulu, karena jika menunggu rilis berita dari situs resmi UKSW, berita baru akan terbit pada 4 Desember. Waktu itu, 1 Desember adalah hari Jumat namun juga hari raya, maka menunggu Senin terasa lama bagi para pencari berita terkini.
Lalu 21 Desember 2017 adalah hari kerja terakhir sivitas akademika UKSW, sebelum libur Natal dan tahun baru. Saya mencoba mewawancarai para pembantu rektor dan rektor baru, karena waktu itu ada rencana membuat profil infografis. Namun sayangnya infografis tidak jadi terbit, karena ada masalah koordinasi dan komunikasi ketika itu, serta ada 2 orang yang belum berhasil diwawancarai. Namun ada momen bagus sekali yang terekam dalam mata saya waktu itu, yaitu ketika Pak Neil, rektor baru, berbincang hangat dengan Pak Ferdy Semuel Rondonuwu, rival terberat dalam Pemilihan Rektor (Pilrek) 2017. Momen itu sangat melegakan bagi saya, karena itu simbol bahwa seluruh dosen siap bekerja dalam satu tujuan, satu gerbong, satu kubu.
Oke, rasanya sudah cukup bercerita tentang sejarah. Namun apa relevansinya dengan Pilrek 2022?
Sama-sama Kurang Transparan
Pilrek 2022 memiliki kesamaan dengan Pilrek 2017, yakni prosesnya kurang transparan. Informasi Pilrek yang dibagikan ke publik sama-sama tidak banyak. 2022 masih agak mending, karena informasi awal tentang pendaftar calon rektor paling tidak diinformasikan lewat Instagram Ikasatya Jabodetabek, walau agak aneh juga mengapa bukan Instagram Ikasatya Pusat yang menerbitkan informasi itu. Ada 7 orang pendaftar menurut info itu. Lalu akhir Juli, ada pula berita Scientiarum yang menerangkan bahwa calon rektor ada 3: Neil Semuel Rupidara, Intiyas Utami, dan Yusak Setyawan. Dan pada 30 Juli, diterangkan bahwa ada agenda pemaparan visi-misi dan pemilihan. Cukup ekspres juga prosesnya.
Pada Pilrek 2017, informasi yang beredar di publik hanya pengumuman pendaftaran calon rektor di situs resmi UKSW. Setelah itu, informasi mengenai siapa pendaftarnya, siapa calon rektornya, apalagi visi-misinya, semuanya hanya dari mulut ke mulut di lingkungan kampus. Para dosen tidak berani membicarakan Pilrek, Ketua BPMU dan SMU hanya tahu tapi hanya berani membuka sedikit, dan mahasiswa biasa sama sekali tidak tahu. Belakangan diketahui bahwa ada 4 calon rektor, dan ada 2 nama kuat: Ferdy Semuel Rondonuwu dan Neil Semuel Rupidara. Pak Ferdy dan Pak Neil sama-sama berada dalam rektorat 2013-2017 di bawah rektor John Titaley, Pak Ferdy sebagai Pembantu Rektor (PR) 1, Pak Neil sebagai PR 5. Belakangan pula muncul isu bahwa Pak Neil tidak direstui Pak John Titaley karena beliau lebih mendukung Pak Ferdy. Gara-gara itu, isu tentang Prof versus Non-Prof jadi berkembang di antara sebagian orang yang berusaha mencari tahu info Pilrek, serta proses transisi rektor dipersulit. Belakangan pula ada seseorang anonim yang membuat semacam infografis tentang kronologi Pilrek 2017. Dan klimaksnya tentu ketika 30 November 2017. Hanya mau retoris, apakah acara serah terima jabatan rektor dibagi 2 adalah hal yang lazim?
Harapan Transparansi bagi Almamater
Universitas Kristen Satya Wacana adalah almamater yang saya banggakan, dan akan terus saya banggakan di mana pun saya berada. Walau sekarang saya berada jauh dari Salatiga secara fisik, namun saya masih mencoba mengikuti berita-berita dari UKSW. Saya masih sempat merasakan kepemimpinan Pak Neil, karena saya kelamaan membuat skripsi, dan saya merasakan wisuda ketika zaman Pak Neil.
Sejauh pengamatan saya ketika masih di kampus maupun ketika sudah tidak di kampus, kepemimpinan Pak Neil membuat UKSW mengalami banyak kemajuan. Banyak prestasi penelitian mahasiswa diukir, ada lompatan peringkat universitas menurut indikator Kementerian Ristekdikti, adanya fasilitas-fasilitas baru yang menarik, profesor-profesor baru bermunculan, serta adanya peningkatan jumlah mahasiswa yang signifikan. Itu semua tentu hasil kerja keras tim, baik di rektorat maupun dekanat, baik dosen maupun mahasiswa.
Di momen sekarang, ketika akhirnya Pak Neil digantikan Ibu Utami, saya berharap ada transisi yang baik di UKSW. Transisi yang menolong rektor baru supaya bisa membawa UKSW menuju arah kemajuan yang lebih baik lagi. Transisi yang transparan, tidak sembunyi-sembunyi seperti 2017. Transisi yang bisa melanjutkan program universitas riset (research university), universitas kawah candradimuka bagi guru (teacher’s college), universitas kelas dunia (world class university), universitas Indonesia mini. Transisi yang tetap setia pada dasar-dasar yang diletakkan oleh Pak Notohamidjojo, namun tetap bisa mengikuti perkembangan zaman.
Akhir kata, hiduplah garba ilmiah kita!
Penulis: Stephen Kevin Giovanni (Mantan Jurnalis Scientiarum 2014-2018, Alumni Fakultas Sains dan Matematika UKSW)
Desain: Eka Lodia Selly